K.E.P.O.!

“Ren, tadi malam kau pergi kemana?”, kumulai ngator ku hari ini dengan mengajukan pertanyaan padamu.

Tapi, kau tak segera menjawab. Layar komputer berukuran 14 inchi itu belum bisa diganggu oleh pertanyaan retorisku.

Ah, aku tau sikapmu. Jika sedang fokus, kau memang tak bisa diusik. Bahkan, bila ada kebakaran sekalipun. Api menjalar ke semua ruangan dan kau jadi abu. Kemudian, barulah engkau tersadar.

Yasudah, aku memang lebih baik duduk. Duduk di tempatku sendiri.  Sebenarnya  tempat duduk kita tak jauh. Cuma berjarak satu meter. Tapi bersekat. Dengan setengah berdiri, aku bisa tau apa yang kau lakukan.

“Aku udah dapet izin kok sama Pak Heri”, jawabmu dari seberang.

“Oh. Katanya kau pergi nonton. Nonton apa? Dimana? Sama siapa?”, tanyaku seakan menginvestigasi.

“Rahasia dong, Fa. Kamu itu dari dulu deh, KEPO!”

KEPO katamu? Ah, mungkin kau benar. Sikapku dari dulu memang sering bertanya kepada kalian. Bahkan, berita yang sebenarnya sudah kuketahui sebelumnya pun tak jarang aku tanyakan kembali. Terkadang aku cuma ingin memastikannya dari mulutmu langsung. Misalnya pertanyaanku tadi, sebenarnya  aku sudah tahu dari Indra bahwa kau pergi nonton Habibie—Ainun bersama Chandra di Mall Atrium.

Tapi, apakah aku benar-benar KEPO seperti yang kaukata?  Menurutku itu hanya subjektivitasmu saja, Ren. Aku bertanya karena aku perhatian padamu. Kau sering menghilang dari kantor. Entah kemana. Walaupun aku tahu kerjaanmu selalu beres. Dan hampir setiap waktu Pak Heri memuji hasil karyamu.

Aku bertanya agar aku mengetahui banyak hal tentang dirimu. Dengan mengetahui siapa temanmu, menurutku, akan menguatkan hubungan diantara rekan kerja. Aku hanya ingin menjaga komunikasi kita tetap terjalin. Bukankah kau lebih tahu bahwa kehancuran sebuah team utamanya karena komunikasi yang tidak berjalan dengan baik?

Tak bolehkah aku bertanya tentang kehidupanmu? Kita ini kan satu tim, Ren. Kita satu bagian. Masa semua obrolan kita hanya seputar kerjaan kantor? Itu kan lucu. Kita makhluk sosial. Kehidupan sosial tidak hanya terbatas dengan urusan kantor. Keluarga, fashion, politik, hobi, travleing, dan masih banyak topik pembicaraan lain yang menarik untuk kita diskusikan. Jika hanya urusan kantor yang boleh didiskusikan, kita mungkin tak pantas jadi teman. Hubungan kita sebatas partner in crime.

Ya,ya,ya. Aku tahu. Kau lebih suka agar aku tak bertanya lagi, kan? Berhenti meng-Kepo dirimu. Begitu? Oke. Jika itu memang maumu, Rendi Hariyadi Agusman. Kucoba melarang diriku sendiri untuk tidak banyak bertanya lagi padamu. Bertanya hanya boleh tentang pekerjaan. Selain itu: diam! Urus sajalah pekerjaan masing-masing. Agar kita menjadi pegawai yang fokus dengan pekerjaan dan produktif. Dan tidak lupa menjadi pegawai yang individualistik!

7 thoughts on “K.E.P.O.!

  1. Ini cerpen apa cerita nyata win ?
    Smnjak kata2 kepo booming.. Org2 jdi antipati sama khidupan orglain..iy gk?
    pdhl si niat kasih perhatian.. Tpi malah dblg kepo..
    So harus bnr2 ambil hati nya biar perhatian qt gk dikira ke-kepo-an..
    🙂

  2. “Masa semua obrolan kita hanya seputar kerjaan kantor? Itu kan lucu. Kita makhluk sosial. Kehidupan sosial tidak hanya terbatas dengan urusan kantor. Keluarga, fashion, politik, hobi, travleing, dan masih banyak topik pembicaraan lain yang menarik untuk kita diskusikan. Jika hanya urusan kantor yang boleh didiskusikan, kita mungkin tak pantas jadi teman. Hubungan kita sebatas partner in crime.”

    Bagian itu ngena sekali.. ini bagus ini.. Masa iya di kantor cuma bahas kerjaan. Kita kan ndak robot..

Tinggalkan Balasan ke ummihasanah Batalkan balasan